Sebelum deklarasi, ratusan warga dari puluhan elemen masyarakat itu membubuhkan tanda tangan komitmen menolak kekerasan, intoleransi, dan radikalisme pada kain putih.
"Saya berharap deklarasi ini tidak sebatas dokumen mati, tetapi benar-benar diikuti tindakan nyata yang terintegrasi," kata Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X seusai deklarasi.
Selain Gubernur DIY, pejabat yang mengikuti deklarasi, antara lain, Kapolda DIY Brigjen Pol. Ahmad Dhofiri, Ketua DPRD Provinsi DIY Yoeke Indra Agung, dan Danrem 072/Pamungkas Kolonel Inf. M. Zamroni.
Terkait dengan kasus kekerasan di Gereja Ludwina, Bedok, Kabupaten Sleman, Sultan mengutuk keras dan mempercayakan kepada aparat kepolisian agar segera mengungkap motif dan latar belakang tindakan pelakunya.
"Dengan tegas saya mengutuk keras terhadap tindak kekerasan yang teramat brutal itu. Hentikanlah persekusi, dan waspadailah politik adu domba antarumat beragama," katanya.
Menurut Raja Keraton Ngayogyakarta itu, seluruh elemen masyarakat harus memiliki pemahaman yang sama terhadap penanganan kekerasan fisik dan tindak kriminal yang menjadi kewajiban aparat Polri setempat untuk menanganinya terlebih dahulu.
Apabila peritiwanya berpotensi kerawanan sosial yang bernuansa agama, penanganannya agar dilokalisasi serta dicari solusi yang berkeadaban dan berkeadilan melalui dialog antarpemangku kepentingan lokal bersama elemen masyarakat terkait.
"Hal itu agar beritanya tidak menyebar, membesar, dan meluas di luar konteks," katanya.
Untuk membentengi adanya "free-rider" yang berkedok agama dan mengganggu kerukunan, dia berharap setiap pemuka agama menjadi teladan dan pelopor terjalinnya kerukunan hubungan antarumat beragama.
Kepada pengguna media sosial, dia berharap agar dalam mengunggah opini menggunakan bahasa yang santun dan bertanggung jawab demi menjaga stabilitas sosial di tengah masyarakat.
Bagi redaksi media massa, diharapkan memegang teguh prinsip dasar jurnalistik, adil dan bertanggungjawab, serta melakukan cek dan recek
terhadap kebenaran setiap kejadian yang rawan konflik.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY K.H. Toha Abdurrahman mengapresiasi deklarasi tersebut.
Menurut Toha, deklarasi itu merupakan usulan yang sudah lama diajukan MUI DIY ke Kantor Kesbangpol setempat.
Peristiwa penyerangan Gereja Lidwina, menurut dia, tidak mencerminkan karakter masyarakat asli Yogyakarta.
"Harapan saya masyarakat Yogyakarta tidak ikut-ikutan seperti itu. Itu (pelaku) bukan orang Yogyakarta, melainkan orang Banyuwangi," katanya.
(T.L007)
Baca lagi lanjutan nya http://ift.tt/2C0lwjRBagikan Berita Ini
0 Response to "Pejabat dan elemen masyarakat deklarasikan "Jogja Damai""
Post a Comment