"Kegiatan ini akan digelar pada Minggu, 29 Oktober 2017 pukul 09.00 sampai 15.00 di Ruang Seminar dan Amphiteater Taman Budaya Yogyakarta," kata koordinator acara Hari Bersastra Yogya Sukandar, Selasa.
Menurut dia, kegiatan ini disajikan sebagai satu "laboratorium" kecil terkait dengan dunia literasi, sastra, dan anak. Sastra adalah salah satu media dan ruang bagi kehidupan literasi. Karenanya, sastra (untuk) anak diperlukan sebagai sebuah medan ajar sekaligus upaya membangun tradisi literasi.
"Sastra mengajarkan bagaimana sebuah peristiwa, pengalaman, benda, dan banyak hal lain dicermati, disimak untuk digenggam sebagai sebuah makna. Dan sastra (untuk) anak, mencoba meletakkan kembali dasar-dasar literasi lewat hal-hal sederhana: tentang rambut yang terus tumbuh di kepala, cacing yang menggeliat-geliat ketika sebagian tubuhnya hilang, juga tentang rumput atau pohon yang tumbuh di halaman rumah," katanya.
Ia mengatakan, dalam kegiatan ini anak-anak diajak untuk kembali mendekat dan mencatat: mengapa, siapa, dan bagaimana rambut, si cacing, rumput, dan pohon itu? Bersama membuka kamus-kamus, menyerap arti denotasi/umumnya yang hari ini seperti diabaikan.
"Semangat itu menjadi titik tolak dari kegiatan ini. `Iqra`, membaca kembali segenap tanda, peristiwa yang terjadi baik di dalam maupun di luar diri manusia. Khususnya bagi dunia anak, mengajak mereka untuk menyerap segenap peristiwa kehidupan, mengumpulkan sebanyak-banyaknya arti denotasi sebagai bekal kelak di tumbuh, hidup di tengah zaman yang terus berubah," katanya.
Sukandar mengatakan, Sastra (untuk) anak merupakan cara untuk terus-menerus mengenalkan kepada mereka sekian proses dan peristiwa kehidupan. Visi sederhana inilah yang dihadirkan SPS dalam gelaran "Hari Bersastra" Studio Pertunjukan Sastra (SPS) ke-5.
"Dengan tajuk `Bergembira di Taman Sastra` segenap pelaku, pemerhati, dan tentunya anak-anak diajak untuk bergemberia dalam `kadarnya` masing-masing. Mengajak semua untuk kembali menapak pada pengalaman keseharian, peristiwa terdekat. Sebab, kata orang bijak, `sastra adalah cermin kehidupan`," katanya.
Ia mengatakan, "Laboraturium" kecil itu diwujudkan dengan rangkaian workshop/pelatihan, Sarasehan, dan pertunjukan sastra untuk anak. Workshop menyajikan pergelaran Wayang Kartun dengan dalang Bagong Soebardjo yang mengangkat cerita Timun Mas. Anak-anak benar-benar diberi keleluasaan untuk menyaksikan sebuah pertunjukan tanpa "campur tangan" orang tua/pendamping.
"Dari hal itu, anak-anak diminta untuk menuliskan apa yang ditemukan dalam bentuk tulisan. Metode ini? mengajak anak untuk memikirkan apa yang mereka tuliskan dari hasil melihat, ngematke. Anak-anak usia 9-13 tahun dari sanggar/komunitas/sekolah menjadi pilihan karena mereka dianggap sudah `selesai dengan kemampuan teknis membaca dan menulis. Mereka bersiap menuju proses literasi dan bersastra, yakni pembacaan secara terus menerus sehingga lahir daya pikir, kemampuan analisis, kritis, yang pada akhirnya lahir buah-buah yang? bisa bernama puisi, cerpen, esai dan bentuk karya lainnya," katanya.
Selanjutnya adalah aarasehan, forum ini menghadirkan para pihak yang mempunyai perhatian dalam dunia sastra dan anak. Menghadirkan Iman Budhi Santosa, seorang penyair/sastrawan, Effy Widjono Putro (pengasuh rubrik Anak koran Kedaulatan Rakyat), Kak Acep Yonni, seorang pendongeng dan juga guru, Yona Primadesi (orang tua dari penulis cilik), serta Ade Yulia Nurdiana (penulis cerita anak).
"Selain itu akan ada pendampingan edukatif oleh penggiat sastra dan literasi anak. Peserta yang melibatkan komunitas dan kantong literasi anak di Yogyakarta, serta peserta umum yang berkenan terlibat dalam `urun rembug` bersama tentang sastra (untuk) anak.
Di akhir kegiatan akan dihadirkan beberapa pertunjukan sastra. Mendongeng oleh Kak Arif Rahmanto, drama anak disajikan oleh Komunitas Ajar Sastra Kulon Progo yang dimotori Muhammad Shodiq, dan baca puisi dari para penulis cilik seperti Abinaya Ghina Jamela, Niha Khoirunnisa, dan Mahanani Nismara Bumi. Arena ini dimaksudkan untuk memberikan tontonan, hiburan yang diperuntukkan bagi anak-anak, orang tua, komunitas," katanya.
Ia mengatakan, Sajian ini barangkali bisa menjadi referensi bagaimana sastra (untuk) anak dipanggungkan. Seluruh rangkaian kegiatan ini, selain sebagai medan "iqra" dalam pengembangan sastra untuk anak, juga sebagai sarana tegur sapa antar komunitas. Ruang bersama untuk memperkuat "atmosfer" gerakan literasi anak di Yogyakarta khususnya yang sudah ramai berkembang.
"Bergembira di Taman Sastra versi SPS ini didukung banyak pihak, seperti komunitas-komunitas, Taman Budaya Yogyakarta, Dinas Kebudayaan DIY, serta para narasumber yang telah meluangkan tenaga dan pikiran untuk berkenan `manjing ajur-ajer` di kegiatan yang sangat prasojo ini," katanya.
V001
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2017
Baca lagi lanjutan nya http://ift.tt/2zKfr6uBagikan Berita Ini
0 Response to ""Hari Bersastra Yogya" hadirkan sastra untuk anak"
Post a Comment